Makna Simbol dan Filosofi Mendalam di Balik Lambang GMIM

Makna dan Simbol

Makna Simbol Burung Manguni dan Warna Lambang GMIM

 

Lambang Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) menyimpan filosofi yang mendalam serta kaya akan makna historis dan teologis.

Burung Manguni, sebagai simbol utama, melambangkan kehadiran gereja di tanah Minahasa.

Selain itu, warna coklat tua pada burung tersebut mencerminkan kedewasaan dan kemandirian jemaat GMIM dalam menjalani kehidupan bergereja.

Lebih lanjut, pada bagian jantung burung, terdapat mawar yang menjadi simbol Reformasi.

Mawar ini bukan sekadar hiasan; sejak abad ke-16, simbol ini telah dipakai sebagai tanda teologis bahwa Yesus Kristus adalah Pokok Pembaharu Gereja.

 

Simbol Warna dan Bentuk: Sarat Makna Teologis

 

Selain elemen burung, lambang GMIM juga mengandung bulatan biru di dada burung. Ini menggambarkan panggilan misi gereja untuk membawa Injil ke seluruh dunia.

Di dalam bulatan tersebut, salib berwarna hitam dan merah melambangkan pengorbanan Kristus, yang menjadi dasar persekutuan dan pelayanan GMIM.

Selanjutnya, warna biru laut mencerminkan keteguhan dalam menghadapi berbagai tantangan zaman.

Sementara itu, warna putih menggambarkan kekudusan dan kebenaran Injil. Maka dari itu, setiap elemen warna berfungsi memperkuat identitas GMIM sebagai gereja yang aktif dan berakar pada kebenaran Alkitab.

 

Arti Lambang GMIM

 

Sayap, Ranting, dan Tombak: Simbol Historis Wilayah Pelayanan

 

Lebih dari sekadar estetika, simbol pada lambang GMIM juga menggambarkan dimensi historis.

Misalnya, sembilan helai sayap luar melambangkan bulan September, yakni bulan GMIM memproklamasikan kemandiriannya.

Selain itu, angka 30 tersembunyi dalam lima kelopak daun dan sembilan ujung meruncing sebagai penanda tanggal 30 September, hari GMIM berdiri sendiri.

Angka tahun 1934 pun diwakili oleh jumlah total sayap burung. Ini menjadi penanda kuat terhadap tonggak sejarah gereja.

Sepuluh ranting di bagian ekor mewakili sepuluh wilayah pelayanan atau klasis awal saat GMIM menyatakan kemandirian—dan jumlah ini terus berkembang hingga kini.

Tidak berhenti di situ, enam ujung tombak yang mengarah ke bawah melambangkan enam distrik pelayanan awal: Tonsea, Manado, Toulour, Kawangkoan, Amurang, dan Ratahan. Ini menjadi simbol geografis pelayanan GMIM yang luas sejak awal berdirinya.

 

Tulisan dan Arti Solidaritas Gereja

 

Tulisan “Gereja Masehi Injili di Minahasa” menegaskan bahwa meskipun gereja ini berakar di Minahasa, pelayanannya telah berkembang secara nasional maupun global.

Warna hitam pada tulisan menyimbolkan solidaritas dan keteguhan gereja yang tidak lekang oleh waktu.

Dengan demikian, lambang GMIM bukan hanya sebuah desain visual, tetapi merupakan rangkuman sejarah, teologi, dan semangat pelayanan.

Setiap bentuk, warna, dan angka mengandung pesan mendalam tentang perjalanan GMIM dalam menunaikan panggilan iman, baik di Minahasa maupun di dunia.

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top